APA PUN yang ingin dipelajari oleh anak, apalagi melalui eksperimen-eksperimen âberbahayaâ harus selalu dengan pengawasan orangtua. Orangtualah yang bisa menilai kapan perilakunya membahayakan diri dan mana yang masih bisa ditolerir -tentu dengan pengawasan.
Yang menjadi pertimbangan orangtua, misalnya, apakah tempatnya terlalu tinggi, anak sebenarnya mampu atau tidak, kursi yang digunakan sudah rusak atau kurang stabil, benda yang ingin diambil berbahaya/tidak, dan sebagainya. Demikian penjelasan Afia Fitriani, M.Psi
dari Seven Consulting Jakarta.
Â
Misalnya, anak ingin mengambil mainannya di atas meja yang sulit diraihnya, bisa saja orangtua mendukung dengan membimbingnya. Bantu anak memilih kursi/pijakan yang aman baginya, tidak membuatnya mudah jatuh, ajari cara naik kursi dengan aman, dan seterusnya. Melalui pengawasan, proses belajar anak akan lebih terarah dan aman.
Namun bila memang berbahaya, kata dia, segeralah bere aksi. Bukan dengan teriakan panik atau kemarahan. Cukup dengan tindakan menariknya dari kursi dan menjauhkan/menyingkirkan kursi yang akan digunakannya untuk memanjat. Setelah itu, anak baru diberikan pengertian atau contoh perilaku yang lebih baik.
âMisalnya, âKalau adik ingin mengambil mainan itu dan gak bisa meraihnya, bilang sama mama. Mama akan bantu mengambilkanâ atau âItu bukan mainan, adik main di sana saja bersama mama yaâ, dan lain-lain,â tutupnya.
(tty)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar